Your basket is currently empty!
Peningkatan produksi pangan dan pemasukan untuk petani merupakan tujuan utama dalam pengembangan pertanian di abad ini. Hanya saja, ekosistem memiliki batas maksimal dalam produktivitas. Batas ekosistem yang dilampaui akan menyebabkan ekosistem mengalami degradasi dan kemungkinan akan runtuhnya sistem alam. Hal ini menyebabkan sumberdaya menjadi terbatas dan bisa berbahaya untuk generasi selanjutnya.
Konsekuensinya, apabila batas pada sisi suplai telah tercapai, maka sisi permintaan harus segera diseimbangkan, seperti dengan penggantian sumber – sumber yang ada. Prinsip ekologi dasar mewajibkan manusia menyadari bahwa produktivitas pertanian memiliki kemampuan yang terbatas. Untuk itu, salah satu tantangan pertanian saat ini adalah bagaimana memproduksi pangan sehat dan bergizi yang cukup untuk populasi yang terus berkembang dalam kapasitas sumber daya alam yang masih bisa ditampung bumi.
Sistem produksi pertanian di masa depan perlu mempertimbangkan konsep keseimbangan. Peningkatan fiksasi nitrogen, produksi total bahan organik yang lebih besar, manajemen hama dan penyakit yang terintegrasi, toleransi tanaman yang tinggi terhadap hama dan tekanan lingkungan, dan aktivitas biologi yang tinggi menjadi faktor dalam menentukan efisiensi penggunaan sumber daya. Informasi lahan yang tepat dan kemampuan manajemen yang baik bisa lebih meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya.
Berbagai sistem pertanian dikembangkan demi terciptanya tujuan ini, salah satunya adalah sistem pertanian regeneratif.
Teori Pertanian Regeneratif
Pertanian regeneratif didefinisikan sebagai pendekatan pertanian yang menggunakan konservasi tanah sebagai poin utama untuk dukungan dan regenerasi, dengan tujuan meningkatkan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan dalam dimensi produksi pertanian berkelanjutan.
(Schreefel, 2020)
Terdapat lima prinsip utama dalam pertanian regeneratif, yaitu pengolahan tanah yang minimalis, mempertahankan tutupan lahan, membiarkan tanaman dan akar hidup di tanah selama mungkin, menginisiasi biodiversitas, dan integrasi dengan hewan (Khangura, 2023).
Pertanian regeneratif adalah konsep dan praktik pertanian yang mengembalikan dan mempertahankan kesehatan dan kesuburan tanah, menyokong biodiversitas, melindungi sumber air, dan meningkatkan nilai ekologi dan ekonomi. Sistem ini berfokus dalam menciptakan kondisi yang baik untuk kehidupan di atas dan di dalam tanah dengan menitikberatkan keseimbangan alam. Praktik ini memiliki keuntungan utama menyediakan pangan yang sehat dengan memperhatikan kaidah alam yang berkelanjutan.
Harwood (1983) menjabarkan filosofi pertanian regeneratif, yaitu:
- Pertaniannya wajib memproduksi makanan yang sehat, bebas dari biosida.
- Pertaniannya wajib meningkatkan produktivitas tanah dengan menambah kedalaman, kesuburan, dan karakteristik top soil.
- Sistem aliran hara yang terintegrasi penuh dengan flora dan fauna tanah, menjadikan pola hara yang lebih ramah lingkungan dan memastikan kesuburan tanah.
- Produksi tanaman harus berdasarkan interaksi biologi untuk stabilitas, tidak memakai biosida sintetik.
- Substansi yang bisa menganggu struktur dari sistem pertanian (seperti pupuk sintetis) tidak boleh digunakan.
- Pertanian regeneratif dalam struktur biologinya membutuhkan hubungan harmonis antara sistem dengan pengelola.
- Penggunaan sistem nitrogen yang meningkatkan fiksasi nitrogen alam.
- Hewan dalam sistem wajib diberi makan dan dikandangkan, buksn dibunuh.
- Pertanian mampu meningatkan lapangan pekerjaan.
- Pertanian regeneratif memerlukan perencanaan level nasional namun ,udah diterapkan skala lokal.
Praktik Pertanian Regeneratif dan Realitanya
Pertanian regeneratif mengutamakan pembaruan dari sistem pertanian, mulai dari tanah hingga aspek sosial. Termasuk di dalamnya adalah adanya usaha untuk merestorasi lansekap yang rusak dan mengidentifikasi potensi menyeluruh lahan. Hanya saja, terdapat variasi bagaimana pertanian regeneratif dilakukan, tergantung petani dan lahan. Hal ini karena pertanian regeneratif tidak mengecualikan suatu praktik, selama praktik tersebut memang diperlukan untuk meningkatkan kesehatan tanah. Batasannya cukup sederhana: tidak diizinkan menggunakan masukan kimia.
Terdapat berbagai macam praktik pertanian yang dianggap masuk dalam pertanian regeneratif, di antaranya (Giller, 2021):
Prinsip | Praktik | Restorasi Kesehatan Tanah | Pengembalian Biodiversitas yang Hilang |
Olah Tanah Minimalis | Zero Tillage, Pembajakan minim, konservasi pertanian, trafik terkontrol | Ya | Tidak |
Mempertahankan Tutupan Tanah | Mulsa, tanaman penutup, permakultur | Ya | Ya |
Membangun C Tanah | Biochar, kompos, pupuk hijau, pupuk kandang | Ya | Tidak diketahui |
Sekuestrasi Karbon | Agroforestri, silvipastur, pohon penutup | Ya | Ya |
Siklus Hara Alami | Pupuk kandang, kompos, tanaman penutup, akar hidup, inokulasi tanah dan kompos, pertanian organik, permakultur, mengurangi pupuk mineral | Ya | Tidak |
Diversitas Tanaman | Rotasi penanaman, tanaman penutup multispesies, agroforestri | Ya | Ya |
Ternak yang Terintegrasi | Rotasi rumput, penggembalaan holistik, pasture cropping, silvopasture | Ya | Tidak Diketahui |
Menghindari Pestisida | Rotasi tanaman, tanaman penutup multispesies, agroforestri | Ya | Ya |
Perkolasi Air | Biochar, kompos, pupuk kandang, penggembalaan holistik | Ya | Tidak |
Realitanya hingga kini, praktik – praktik di atas sebenarnya sudah banyak diterapkan oleh petani, meskipun tidak semuanya. Contohnya, petani terkadang menerapkan penggunaan pupuk kandang, namun tidak menerapkan rotasi penanaman, atau yang lainnya. Dengan kata lain, petani secara tidak sadar telah menerapkan pertanian regeneratif meskipun tidak secara sempurna. Petani telah memiliki kesadaran bahwa lahan yang produktif menuntut pemeliharaan kesehatan tanah, yang mana merupakan inti dari pertanian regeneratif itu sendiri.
Peran penyuluh menjadi penting di sini untuk memberi pengetahuan terkait konsep dari pertanian regeneratif, apa saja praktiknya dan bagaiman caranya. Penyuluh juga perlu menganalisis dan memperkirakan praktik yang tepat untuk lahan tertentu karena kondisi lahan di tiap daerah bisa jadi berbeda.
Tantangan Pertanian Regeneratif
Isu kelaparan adalah masalah klasik yang hingga kini belum teratasi. Mendorong produksi pertanian hingga ke batas maksimum merupakan solusi yang pertama terpikirkan, namun isu pemanasan global menjadikannya lebih sulit. Seperti yang sudah disebutkan di awal, bahwa ekosistem memiliki batasnya. Mendorong potensinya ke luar batas mungkin akan menyelesaikan masalah ketersediaan pangan di masa kini, namun bagaimana dengan generasi masa depan?
Hal ini juga berlaku kebalikannya. Ekosistem yang lestari tidak menyelesaikan isu kekurangan pangan. Ekosistem yang setimbang namun mengabaikan kebutuhan pokok manusia sama saja dengan bohong. Pada akhirnya, jargon lingkungan menjadi tidak berarti apabila mengabaikan produksi pertanian.
Di sinilah peran pertanian regenarif, di mana ia perlu menyeimbangkan produksi pangan yang maksimal dengan kelestarian lingkungan. Pada prinsipnya, diperlukan strategi praktik yang efektif dan efisien dalam meningkatkan produksi pangan, namun juga tetap mempertahankan kaidah kelestarian lingkungan. Pemahaman ini tentu perlu ditanamkan bukan hanya pada petani, namun juga buruh tani, perusahaan, dan hingga ke level pemerintahan.
Hal yang perlu ditekankan adalah keyakinan bahwa pertanian regeneratif tetap mampu mendorong produksi pertanian secara ekonomi. Ini penting karena demand dari pertanian adalah banyaknya produksi pangan, sehingga apabila terjadi kekurangan, tidak jarang pihak pengelola akan mengabaikan kelestarian lingkungan. Perlu pemahaman bahwa dalam pertanian regeratif, petani mendapat hasil tidak hanya dari tanamannya namun juga dari hal lain seperti kayu, ternak, bahkan hingga ke carbon trading sehingga secara ekonomi, pertanian regeneratif menjadi lebih menguntungkan.
Pertanian regeneratif menjadi praktik pertanian yang sangat baik dalam konsep berkelanjutan. Konsep keberlanjutan memang sudah digaungkan sejak lama oleh berbagai pihak, sehingga sudah saatnya petani modern mulai menerapkannya pada lahannya. Apabila anda ingin dibantu dalam penerapannya di lapangan, anda bisa hubungi kami di Sitibecik pada tautan berikut.
DAFTAR PUSTAKA
- Giller, G.E., Hijbeek, R., Sumberg, J. 2021. Regenerative Agriculture: An agronomic perspective. Outlook on Agriculture. Vol 50 Issue 1.
- Gordon, Ethan., Davila, Federico., Dan Riedy, Chris. 2021. Transforming Landscapes and Mindscapes Through Regenerative Agriculture. Agricultures and Human Values, Vol. 39: 809 – 826.
- Harwood RR. 1983. International overview of regenerative agriculture. In: Proceedings of Workshop on Resource-efficient Farming Methods for Tanzania, Morogoro, Tanzania, 16–20 May 1983, Faculty of Agriculture, Forestry, and Veterinary Science, University of Dares Salaam, . Morogoro, TZ: Rodale Press.
- Khangura, Ravjit., Ferris, David., Wagg, Cameron ., dan Bowyer, Jamie. 2023. Regenerative Agriculture—A Literature Review on the Practices and Mechanisms Used to Improve Soil Health. Sustainability Vol 15 Issue 3.
- Schreefel,l., Schulte, R.P.O., De Boer, I.J.M., Schijver, A.P., dan Van Hnaten, H.H.E. 2020. Regenerative Agriculture- the Soil is the Base. Global Food Security Vol 26.
Leave a Reply